Kamis, 17 Januari 2013

Menagih Kepingan Rindu



 
“Conversation with G”
Merindukan seseorang bukan hal yang salah. Keila menyadari hal itu sekarang ini. Tetapi sudah terlambat. Dia sudah berada di sini, di depan pintu kamar nomer 713. Tangannya sudah mengetuk pintu itu tiga kali dan kini pintu itu terbuka lebar di hadapannya.
“Keila?” Mario nampak terkejut.

“siapa sayang?” terdengar suara seseorang  dari dalam kamar.
Jantung Keila berdegup kencang. Astaga...Astaga! Dia kenal suara itu. Jadi, semua yang dikatakan Brinna memang benar!
“maaf apa kehadiranku mengganggumu Mario?” Ia berusaha menata tuturnya sebaik mungkin. Menyembunyikan kecemburuan yang tiba-tiba menyeruak dalam hatinya.
Sungguh ia ingin menghambur kepelukan lelaki gagah itu. Memeluknya, melepaskan rindu yang menggigit jiwanya. Tetapi suara itu? iya, dia tak mungkin lupa dengan suara perempuan yang baru saja  didengarnya. Kini rindu itu bagai duri-duri yang menusuk di tiap lapisan kulitnya, nyeri dan perih terasa.
Brinna benar, ada wanita itu di sini. Di kamar 713, tempat dimana Mario sementara menginap untuk beberapa bulan ini. Keila benci wanita itu, bagaimana mungkin dia bisa bersama Mario di sini? Sementara dia tahu hubungannya dengan Mario. Pikirannya mulai tak waras, ia ingin melabrak wanita itu ke dalam, memakinya sepuas hati.
“Kenapa tidak memberitahuku kalau mau datang Kei?” Mario terlihat sedikit gugup. Ia tak sanggup menatap  Keila. Mata indah Keila mengingatkannya pada kenangan mereka. Dulu ia sangat menyukainya. Entah sudah berapa lama ia tak pernah lagi merasakan keteduhan kasih sayang dari binar titik hitam di mata itu.
“Sayang, siapa di luar?” suara itu kembali terdengar, dan buat Keila itu sangat mengganggunya. Kali ini ia tak bisa lagi berdiam dan menahan diri. Keila yakin itu pasti Leil.
“sebentar sayang...ada temanku” Mario menjawab sambil berusaha mengatur emosi yang juga tiba-tiba bergejolak dalam dadanya. Ia mulai berani menatap Keila. Bagi Keila itu menakutkan, sangat tajam menusuk hingga ke jantungnya. Ada kemarahan, kekecewaan dan juga kebencian menyatu di dalamnya.
Keila hampir saja menubruk tubuh Mario, saat tangannya mencoba menghalangi Keila masuk ke dalam kamar. Mario memegangi gagang pintu itu dengan sangat kuat. Kemudian menarik Keila dari sana. Langkahnya cepat menyeret Keila sejauh mungkin, menyusur lorong di  sepanjang koridor kamar. Lalu berhenti di depan lift.
“Mario lepaskan...! lepaskan aku!” tetapi terlambat, mereka sudah berada dalam lift. Mario menekan tombol angka dua untuk turun. Tangan kirinya masih saja mencengkeram pergelangan Keila dengan kuat.  Hanya mereka berdua di sana, Mario mendorong tubuh Keila hingga ia tersandar ke dinding. Kini wajah mereka berjarak hanya beberapa senti saja.
“Katakan siapa perempuan itu Mario? Ayooo jawab, siapa dia?”  Mata bening itu mulai mengembun, kabut-kabut terlihat menyelimutinya.
Mario meletakkan telunjuknya di atas bibir Keila. “Ssssttt.... apa bagimu masih perlu Kei? “Apa kau masih peduli siapa perempuan yang kini  bersamaku?”. Keila menahan nafaasnya yang tiba-tiba terasa sesak. Mario mempermainkannya hingga degup jantungnya berdetak kencang.
‘Kau tahu kan Kei kau penting bagiku? aku hanya mencintaimu. Aku hanya menginginkanmu dalam hidupku." Keila merasa disanjung oleh kalimat-kalimat yang melncur dari mulut Mario. Membuainya, hingga ia yakin kedatangannya ke sini akan berjalan sempurna seperti yang diinginkannya.
Tapi apa Kei? Kau malah memilih Dennis. Kau pergi dan meninggalkanku. Lalu apa masih penting bagimu sekarang mengetahui semua tentangku?. Sampai kau harus datang ke sini menemuiku? Untuk apa Kei?.” Keila tersentak, seolah tubuhnya baru saja dilemparkan dari ketinggian beribu-ribu kaki. Ia terhenyak oleh kata-kata itu.
“Mario please...! semua tak seperti yang kau pikirkan...aku, aku...!” Mulutnya seolah terkunci, ia tercekat. Kata-kata tertahan di tenggorokannya. Mario tak memberinya kesempatan untuk menjelaskan semuanya.
“Sudahlah Kei...aku tak bisa lagi percaya padamu!”
Keila menangis, kabut di matanya tak bisa lagi ia tahan untuk tak jatuh, mengalir di tulang pipinya yang tinggi. Kemudian meleleh. Ia sengaja datang ke sini, jauh-jauh membawa sekeping cinta dan buncahan rindu yang masih tersisa dalam hatinya untuk Mario.
“Sekarang katakan Kei, untuk apa kau mencariku? Mario makin mendesak tubuhnya ke dinding, ia bisa merasakan hembusan nafas Mario, hangat menyapu wajahnya yang basah oleh air mata.
“Aku tidak menerima Dennis, aku tidak meninggalkanmu. Dennis pilihan mama. Dan kau harus tahu aku tidak akan mungkin mengorbankan cintaku. Aku hanya mencintaimu Mario” Ia berhenti sejenak, mencoba menyelam di mata tajam Mario. Ia masih berharap akan menemukan kembali kepingan cinta Mario untuknya di kedalamannya. Barangkali rindu itupun masih ada di sana.
“aku merindukanmu Mario!” ucapnya mendesah, lirih dan berat.
Mario bergeming, tak peduli dengan rindu yang diungkapkan Keila, meskipun sepenuh hati. “Mario...katakan padaku siapa perempuan  itu?. Mengapa dia ada bersamamu? apa dia yang membuatmu menghindar? Jika boleh aku menebak. Bukankah dia Leil?” Mario menyentuhkan punggung tangannya ke pipi Keila, menghapus sisa airmata yang mengalir di sana.
 “iya..Kei..! dia Leil, teman akrabmu!” jawaban itu tegas, Keila merasakan hatinya tercabik. “Jadi Brinna benar? Dia tidak sedang membohongiku?” Mario mengangguk kali ini lengkap dengan senyum penuh kemenangan. Keila benci, dan hatinya terasa terbakar amarah yang sangat.
“iya! Brinna benar, perempuan itu Leil...sahabatmu, dan dia adalah calon istriku.” Keila terbelalak. Ia tak percaya dengan pengakuan Mario? Secepat itukah ia bisa melupakannya? Dan begitu mudahnya cintanya berpindah? Pada Leil? Sahabat yang selama ini sangat dekat dengannya? Sahabat yang ia percaya, tempat ia menumpahkan segala keluh kesahnya. Leil yang selalu menemani hari-harinya dalam suka dan duka. Bagaimana mungkin Mario tega melakukannya?.
“Mario...kamu jahat!” ia menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Menggigit bibirnya menahan luka kecewa akan penghkhianatan dua orang yang dicintainya.
“Semua sudah terlambat Kei, aku terlanjur sakit olehmu. Maafkan aku Kei. Aku memang sangat mencintaimu, tetapi itu dulu!” Mario melepaskan cengkeramannya, tak lama pintu lift terbuka. Mario mempersilakannya keluar. Keila menahan amarahnya, ia tertunduk lesu. Ia menyeret langkahnya yang terasa berat keluar dari lift itu. Kemudian pintunya kembali tertutup dengan Mario ada di dalam lift itu. 

Tamat        
Thank's to mba G inspirasinya...:)

8 komentar:

  1. Nicely done! :D

    Bisa panjang banget ternyata \^______^/

    BalasHapus
  2. hihihi...iyaaaa, kalo dikembangin lagi pasti bisa panjang :D
    tq yach mba, :)

    BalasHapus
  3. ahahhaha aponyooo yang barek piak?? :P

    BalasHapus
  4. ini tulisan fiksi ya mba ? alias bkn true story

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya hanya fiksi mas Andy..semoga g akan pernah jd nyata :)
      Trimaksih sudah berkunjung ya :)

      Hapus
  5. ceritanya keren mba, kembangin lg dong...!

    BalasHapus