“Conversation with G”
Merindukan
seseorang bukan hal yang salah. Keila menyadari hal itu sekarang ini. Tetapi
sudah terlambat. Dia sudah berada di sini, di depan pintu kamar nomer 713.
Tangannya sudah mengetuk pintu itu tiga kali dan kini pintu itu terbuka lebar
di hadapannya.
“Keila?”
Mario nampak terkejut.
“siapa
sayang?” terdengar suara seseorang dari
dalam kamar.
Jantung
Keila berdegup kencang. Astaga...Astaga! Dia kenal suara itu. Jadi, semua yang
dikatakan Brinna memang benar!
“maaf
apa kehadiranku mengganggumu Mario?” Ia berusaha menata tuturnya sebaik
mungkin. Menyembunyikan kecemburuan yang tiba-tiba menyeruak dalam hatinya.
Sungguh
ia ingin menghambur kepelukan lelaki gagah itu. Memeluknya, melepaskan rindu
yang menggigit jiwanya. Tetapi suara itu? iya, dia tak mungkin lupa dengan
suara perempuan yang baru saja
didengarnya. Kini rindu itu bagai duri-duri yang menusuk di tiap lapisan
kulitnya, nyeri dan perih terasa.
Brinna
benar, ada wanita itu di sini. Di kamar 713, tempat dimana Mario sementara
menginap untuk beberapa bulan ini. Keila benci wanita itu, bagaimana mungkin dia
bisa bersama Mario di sini? Sementara dia tahu hubungannya dengan Mario.
Pikirannya mulai tak waras, ia ingin melabrak wanita itu ke dalam, memakinya
sepuas hati.
“Kenapa
tidak memberitahuku kalau mau datang Kei?” Mario terlihat sedikit gugup. Ia tak
sanggup menatap Keila. Mata indah Keila
mengingatkannya pada kenangan mereka. Dulu ia sangat menyukainya. Entah sudah berapa lama ia tak pernah lagi merasakan keteduhan kasih sayang dari binar titik hitam di mata itu.
“Sayang,
siapa di luar?” suara itu kembali terdengar, dan buat Keila itu sangat
mengganggunya. Kali ini ia tak bisa lagi berdiam dan menahan diri. Keila yakin
itu pasti Leil.
“sebentar
sayang...ada temanku” Mario menjawab sambil berusaha mengatur emosi yang juga
tiba-tiba bergejolak dalam dadanya. Ia mulai berani menatap Keila. Bagi Keila
itu menakutkan, sangat tajam menusuk hingga ke jantungnya. Ada kemarahan, kekecewaan
dan juga kebencian menyatu di dalamnya.
Keila
hampir saja menubruk tubuh Mario, saat tangannya mencoba menghalangi Keila
masuk ke dalam kamar. Mario memegangi gagang pintu itu dengan sangat kuat.
Kemudian menarik Keila dari sana. Langkahnya cepat menyeret Keila sejauh
mungkin, menyusur lorong di sepanjang koridor
kamar. Lalu berhenti di depan lift.
“Mario
lepaskan...! lepaskan aku!” tetapi terlambat, mereka sudah berada dalam lift.
Mario menekan tombol angka dua untuk turun. Tangan kirinya masih saja
mencengkeram pergelangan Keila dengan kuat.
Hanya mereka berdua di sana, Mario mendorong tubuh Keila hingga ia
tersandar ke dinding. Kini wajah mereka berjarak hanya beberapa senti saja.
“Katakan
siapa perempuan itu Mario? Ayooo jawab, siapa dia?” Mata bening itu mulai mengembun, kabut-kabut
terlihat menyelimutinya.
Mario
meletakkan telunjuknya di atas bibir Keila. “Ssssttt.... apa bagimu masih perlu
Kei? “Apa kau masih peduli siapa perempuan yang kini bersamaku?”. Keila menahan nafaasnya yang tiba-tiba terasa sesak. Mario mempermainkannya hingga degup jantungnya berdetak kencang.
‘Kau
tahu kan Kei kau penting bagiku? aku hanya mencintaimu. Aku hanya
menginginkanmu dalam hidupku." Keila merasa disanjung oleh kalimat-kalimat yang melncur dari mulut Mario. Membuainya, hingga ia yakin kedatangannya ke sini akan berjalan sempurna seperti yang diinginkannya.
Tapi apa Kei? Kau malah memilih Dennis. Kau pergi
dan meninggalkanku. Lalu apa masih penting bagimu sekarang mengetahui semua
tentangku?. Sampai kau harus datang ke sini menemuiku? Untuk apa Kei?.” Keila tersentak, seolah tubuhnya baru saja dilemparkan dari ketinggian beribu-ribu kaki. Ia terhenyak oleh kata-kata itu.
“Mario
please...! semua tak seperti yang kau pikirkan...aku, aku...!” Mulutnya seolah
terkunci, ia tercekat. Kata-kata tertahan di tenggorokannya. Mario tak memberinya kesempatan untuk menjelaskan semuanya.
“Sudahlah
Kei...aku tak bisa lagi percaya padamu!”
Keila
menangis, kabut di matanya tak bisa lagi ia tahan untuk tak jatuh, mengalir di
tulang pipinya yang tinggi. Kemudian meleleh. Ia sengaja datang ke sini,
jauh-jauh membawa sekeping cinta dan buncahan rindu yang masih tersisa dalam hatinya untuk Mario.
“Sekarang
katakan Kei, untuk apa kau mencariku? Mario makin mendesak tubuhnya ke dinding,
ia bisa merasakan hembusan nafas Mario, hangat menyapu wajahnya yang basah oleh
air mata.
“Aku
tidak menerima Dennis, aku tidak meninggalkanmu. Dennis pilihan mama. Dan kau
harus tahu aku tidak akan mungkin mengorbankan cintaku. Aku hanya mencintaimu
Mario” Ia berhenti sejenak, mencoba menyelam di mata tajam Mario. Ia masih berharap akan menemukan
kembali kepingan cinta Mario untuknya di kedalamannya. Barangkali rindu itupun masih ada di sana.
“aku
merindukanmu Mario!” ucapnya mendesah, lirih dan berat.
Mario
bergeming, tak peduli dengan rindu yang diungkapkan Keila, meskipun sepenuh
hati. “Mario...katakan padaku siapa perempuan itu?.
Mengapa dia ada bersamamu? apa dia yang membuatmu menghindar? Jika boleh aku menebak. Bukankah dia Leil?” Mario menyentuhkan punggung tangannya ke pipi Keila, menghapus sisa airmata yang mengalir di sana.
“iya..Kei..! dia
Leil, teman akrabmu!” jawaban itu tegas, Keila merasakan hatinya tercabik.
“Jadi Brinna benar? Dia tidak sedang membohongiku?” Mario mengangguk kali ini lengkap dengan senyum penuh kemenangan. Keila benci, dan hatinya terasa terbakar amarah yang sangat.
“iya!
Brinna benar, perempuan itu Leil...sahabatmu, dan dia adalah calon istriku.”
Keila terbelalak. Ia tak percaya dengan pengakuan Mario? Secepat itukah ia bisa
melupakannya? Dan begitu mudahnya cintanya berpindah? Pada Leil? Sahabat yang
selama ini sangat dekat dengannya? Sahabat yang ia percaya, tempat ia menumpahkan segala keluh kesahnya. Leil yang selalu menemani hari-harinya dalam suka dan duka. Bagaimana mungkin Mario tega melakukannya?.
“Mario...kamu
jahat!” ia menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Menggigit bibirnya menahan luka kecewa akan penghkhianatan dua orang yang dicintainya.
“Semua
sudah terlambat Kei, aku terlanjur sakit olehmu. Maafkan aku Kei. Aku memang
sangat mencintaimu, tetapi itu dulu!” Mario melepaskan cengkeramannya, tak lama
pintu lift terbuka. Mario mempersilakannya keluar. Keila menahan amarahnya, ia tertunduk lesu. Ia menyeret langkahnya yang
terasa berat keluar dari lift itu. Kemudian pintunya kembali tertutup dengan
Mario ada di dalam lift itu.
Tamat
Thank's to mba G inspirasinya...:)
Nicely done! :D
BalasHapusBisa panjang banget ternyata \^______^/
hihihi...iyaaaa, kalo dikembangin lagi pasti bisa panjang :D
BalasHapustq yach mba, :)
onde mande..beraaattt
BalasHapusahahhaha aponyooo yang barek piak?? :P
BalasHapusini tulisan fiksi ya mba ? alias bkn true story
BalasHapusYa hanya fiksi mas Andy..semoga g akan pernah jd nyata :)
HapusTrimaksih sudah berkunjung ya :)
ceritanya keren mba, kembangin lg dong...!
BalasHapushmmm :) wkwkwkwk
BalasHapus