Rabu, 14 September 2011

Sabar Menghadapi Konsumen

Mengahadapi polah tingkah konsumen sering kali membuat kita jengkel. Kalau tak banyak bersabar maka bisa-bisa marah yang keluar. Itulah yang sering kualami. Menjadi seorang penjual yang baik benar-benar tidak mudah. Harus banyak senyum, ramah dan sedikit harus pandai merayu.

Suatu hari aku kedatangan seorang pembeli yang menanyakan satu barang. Dan dengan senyum manis aku meperlihatkan apa yang dicarinya. Ketika ia menanyakan harga, aku menyebutkannya. Tapi apa yang terjadi? Dia malah membentakku ini pengalaman yang sungguh tidak menyenangkan sama sekali. Tapi sebagai penjual yang baik aku melayaninya dengan sabar walaupun dalam hati sudah panas sekali. 


Akhirnya ia menanyakan lagi barang yang lain, dan aku memberikannya. Dengan reaksi yang sama ia memperlakukanku. Saat itu sepertinya kesabaranku habis, aku mengambil barangku dan balas membentaknya dengan nada suara yang cukup tinggi, ku katakan. “Bapak maunya berapa…bapak tawar aja, jangan membentak saya“ ucapku.

Lalu dia terdiam, mungkin sadar dengan apa yang dilakukannya. Pikirku mungkin lebih baik dia tidak usah belanja saja, karena ini barang-barangku dan aku yang berhak, apa aku mau jual atau tidak. Dia masih tak bergeming lalu memilih-milih lagi barang yang lainnya, sampai daganganku berserakan karena semua ingin dilihatnya. Aku membiarkan saja. Mungkin ia sudah lelah dan akupun sudah capek melayaninya.

Kemudian ia berkata “aku ambil yang ini saja“sambil menyodorkan satu barang yang ia mau. Tahukah anda itu harganya hanya Rp.20.000. Huff keluh ku dalam hati, “sudah capek-capek belanjanya cuma segitu”. Kejadian itu menjadi pengalaman berharga. Sejak saat itu aku berusaha melatih diri untuk bisa lebih sabar lagi menghadapi pembeli. Jika ada yang bilang pembeli adalah raja mungkin ada benarnya juga.

Di kali yang lain aku punya cerita lagi. Seorang pelangganku datang ingin membeli sesuatu. Ketika aku menyebutkan harganya ia langsung menawarnya dengan harga yang sangat rendah. Tentu saja aku tidak menjualnya. Tetapi si ibu sudah kepincut sekali dengan barangnya dan terus menawar. Andai saja ia menawar dengan harga yang wajar mungkin lebih baik, tetapi ia menawar jauh di bawah modal. Si ibu terus memelas dan bilang ia tak punya uang lagi untuk membayar cukup, dia memeriksa kantong baju, dan mengeluarkan dompetnya. Ia menunjukkan isinya yang sudah kosong.

Aku sempat bingung, dan bilang “mungkin besok ibu bisa ke sini lagi” dia menjawab “ Ia datang dari jauh, dan sangat ingin barang ini“ tolonglah mba..sekali ini saja kasih ke saya dengan harga segitu “ ujarnya kembali memelas.Lalu aku berfikir apakah aku akan menjualnya atau tidak? Dia langgananku, kali ini mungkin ia benar-benar ga punya uang. Dengan tulus berniat membantunya akhirnya kuserahkan barang itu. Dan Dia gembira sekali. 

Setelah ia pergi lama aku tercenung, apa yang kulakukan salah? Tapi kembali kuyakinkan hati aku berniat menolongnya. Dalam hati Aku berdoa semoga Allah akan menggantinya dengan jumlah lebih gumamku. Beberapa saat kemudian tak menunggu hitungan jam, tiba-tiba datang pembeli yang lain secara beruntun dan aku senang melayaninya karena yang ini tidak melakukan penawaran. Alhasil hari itu aku mendapatkan untung yang lumayan bahkan melebihi dari harga barang yang tadi ku jual rugi pada si ibu. Ternyata benar, memberi sesuatu dengan ikhlas dan niat baik. Maka Allah akan menggantinya, dengan jumlah yang berlipat. Ternyata dengan memberi kita tidak akan menjadi miskin.

Cat. ditulis pada Desember 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar