Selasa, 26 Juli 2011

Cinta Empat Persegi


Angin berhembus cukup kencang. Mengayunkan dahan dan ranting-ranting pohon yang menjulang tinggi,. Langit tampak lebih pekat dari biasa sepertinya matahari enggan untuk sekedar menyapa. Sedari pagi tidak merasakan terikan matahari jadi terasa aneh, sama anehnya memikirkan kota ini yang tak biasa dalam kesejukan. 

Paling tidak ini adalah suasana yang menggairahkan untuk membawanya sampai juga dikampus ini. Kampus yang tidak terlalu luas, Karena memang disiapkan untuk mahasiswa non regular yang jumlahnya tidak terlalu banyak. Juga untuk orang-orang yang bekerja di hari-hari biasa dan kuliah di akhir pekan.



Menyaksikan banyak mahasiswa yang lalu lalang dengan berbagai macam gaya khasnya kaum intelektual. Mengingatkannya pada masa-masa kuliah dulu. Tak banyak yang berubah, diktat dan buku-buku kuliah di dalam tas berukuran cukup besar. Hanya bedanya saat ini hampir semua mahasiswa menjinjing notebook, tentu saja beberapa tahun lalu kami tidak mengenalnya. 

Ia kembali merasakan menjadi anak kuliahan. Walaupun suasananya berbeda. Menghabiskan waktu di ruang kuliah, pustaka, laboratorium. Dan bercanda dengan teman-teman. Itu adalah saat-saat yang menyenangkan sekali.

Banyak cerita yang pernah terjadi di sini. Pernah juga terlibat kisah asmara, perasaan itu sekarang memenuhi ruang hatinya. Bukan karena dibayang-bayangi masa lampau, tetapi karena sampai sekarang masih menjadi sebuah cerita yang tak akan habis untuk di urai. “Ah…dulu aku terlalu egois, untuk sekedar mengakui perasaan” gumamnya lirih seolah ia menyalahkan keputusan yang telah dibuatnya saat itu. 

“Kamu beruntung, sudah memiliki segalanya, apalagi yang ingin kau cari ?” tuturnya saat mereka bicara di kursi rapuh di ujung koridor. “Apa tidak boleh…jika aku ingin lebih beruntung lagi dengan memilikimu?” ujar pria itu tanpa nada bersalah. Saat itu ia hanya berfikir tidak mungkin, ia tidak mau menjdi orang ketiga, idealismenya mengatakan ia tak akan menyakiti orang lain dengan ulahnya. dan meyakinkan hatinya bahwa apa yang akan mereka jalani sebuah penentangan terhadap prinsip yang ia pegang.

Angin masih bertiup ketika satu persatu butiran hujan mulai turun, dan hinggap di atas daun akasia, menari sejenak sebelum meluncur di tulang daun kemudian jatuh membentuk butiran kristal melubangi tanah. Ia benar-benar kaget, ketika seseorang menyapanya. Seperti sebuah mimpi pria di masa lalu itu kini ada dan berdiri persis di depan hidungnya. Ia mencubit lengannya,”aw..sakit” rintihnya lirih..

”Apa kabar …? Lelaki itu mengulurkan tangannya. Suara itu menyapanya lembut, dengan senyum dan kerlingan mata khas yang tak akan pernah bisa ia lupakan. ”baik..!” agak kikuk ia mennyambut tangan itu untuk berjabatan, cepat sekali dan mereka telah bicara, dan kekakuan mulai mencair. 

Hanya beberapa percakapan formal, dan itu berlangsung tidaklah lama. Karena laki-laki itu harus segera pergi.” Aku tidak pernah bercanda dengan apa yang pernah kuucapkan, dari dulu sampai sekarang aku masih menyimpan rasa sayang yang begitu kuat untukmu” ungkapnya. Ia hanya terdiam, tak ada yang bisa menebak bagaimana perasaannya saat itu.

hatinya benar-benar hampa. Ia sempat melambaikan tangan dengan lemah saat pria itu dengan berlari kecil memasuki mobilnya. Ia tak akan pernah mampu untuk melukiskan bagaimana rasa yang sebenarnya terhadap pria itu.

Ia berjalan gontai, sesaat ia harus berhenti berfikir tentang pertemuan tak terduga itu. Ia melangkahkan kakinya menuju ke sebuah ruangan. Menemui beberapa orang untuk membantu menyelesaikan segala urusan. setelah semuanya selesai ia kembali ke pelataran parkir. Mobil melaju membelah derasnya hujan, melewati celahnya yang tanpa ruang. Bunyi gemericik hujan terdengar jelas saat jatuh menimpa atap, sebelum meleleh ke badan mobil dan membentuk garis-garis paralel dari kaca dan jendela. Cukup lama, sebelum akhirnya ia sampai juga di rumah.

Hari-hari berlalu setelah kejadian di kampus itu. Pertemuan itu hanya sesaat, tetapi merubah alur hidupnya. Hatinya kini tengah berbunga, ia seperti anak ABG yang sedang dilanda asmara. Padahal ia tahu itu semua semu. Pertemuan itu membawa mereka pada titik awal dimulainya sebuah perselingkuhan. Ya perselingkuhan hati yang berjarak.

Novel epik karya Chimamanda Ngozi Adichie yang tengah dibacanya memberinya inspirasi untuk menuliskan sebuah puisi. meresapi setiap penggalan kalimat yang kaya makna. Berkali-kali ia coba dan akhirnya puisinya pun tercipta.
“Cinta empat persegi, Ada aku dan kekasihku,
Ada kamu dan kekasihmu… “

Ia membaca kembali puisi yang baru saja ia tulis dalam diarynya. Puisi itu jadi terasa nyata. Seperti sebuah penggambaran diri tentang kisah yang kini mereka jalani. Ya tentu saja, karena ia akan menuliskan puisi seperti apa yang ada dalam perasaannya. Kini ia tercengang, ia kembali memikirkan pria itu. 

Semuanya serba terlanjur, terlanjur membiarkan dia datang kembali dalam hidupnya, terlanjur membawanya masuk ke dalam mimpi-mimpi malamnya nan indah, terlanjur memberikan paruhan hati untuk dibawanya pergi, terlanjur memenuhi kebutuhan yang tak waras untuk terus memilikinya setiap saat. 

Ia kembali bertanya, “apakah ini cinta…? atau mungkin hanya rasa penasaran yang diselimuti kekaguman semata?” karena dia begitu tinggi, dan sulit untuk dijangkau. Ia tak pernah tahu jawabannya. Ia membenamkan dirinya dalam lingkaran cerita yang tak pernah usai.

Ia lelah, membiarlan hatinya terbelah dan memberikan kepada seseorang yang juga tak memiliki hati yang utuh untuknya. Ia mengabaikan sesuatu yang tak seharusnya ia abaikan. Memalingkan wajah dari kekasih yang sebenarnya. Kekasih yang sangat dicintainya dengan segala yang ada pada dirinya. Kekasih yang telah menemani hidupnya dalam beberapa tahun terakhir ini. 

Tetapi dia…kekasih semu itu, juga begitu berharga untuknya. Ia mencintainya, entah sebesar apa iapun tak sanggup mengukurnya. Yang ia tahu hatinya selalu di balut rindu yang begitu lembut. Mengingatnya membuat seluruh tubuhnya menjadi tentram. 

Tak tahu apa yang diinginkannya dari hubungan itu. Alam sadarnya seringkali mengatakan bahwa ia tak akan pernah bisa memilikinya utuh, menanti waktu untuk bisa bersamanya juga sesuatu hal yang mustahil. Ia akan begitu tercengang dengan kehidupan lelakinya itu. Hari-harinya terlalu sibuk, dan melaju dengan sangat cepat, dan akan selalu begitu selamanya. Ia tahu ia akan tertinggal jauh. Bahkan terkadang ia sangat takut.

Mereka di kota yang berbeda, tentu saja pertemuan secara fisik tak pernah ada. Satu-satunya pertemuan yang akan selalu menjadi kenangan manis mereka adalah. Pertemuan singkat di kampus waktu itu. Namun jarak tak membuat hati mereka menjadi jauh, sepertinya telah terikat dengan sangat kuatnya. Ia akan menikmati setiap debaran halus di dadanya saat mereka bicara di telephon. Ia juga membiarkan dirinya hanyut dalam khayalan indah yang sering dituliskan lelakinya lewat sebuah pesan singkat. Seolah semuanya akan menjadi nyata. Kini ia terbiasa menjalani hari untuk menunggu kabar lelakinya. 

Sesuatu yang sangat menggairahkan hidupnya. Namun terkadang ia juga khawatir, rasa yang indah dalam dirinya akan segera hilang jika waktu mempertemukan mereka. Ia tak bisa membayangkan kalau-kalau ia kehilangan pesona sosok lelakinya itu. Ia tak berharap perasaan ini adalah sebuah kekaguman saat jauh, cinta yang hanya akan datang bila mereka berjarak.

Suatu kali ia ingin berhenti. Keluar dan pergi meninggalkan lelakinya. Tetapi ia tak bisa, lelakinya akan selalu meyakinkan dirinya cinta mereka selamaya. Dan ia akan selalu percaya. Mereka akan dipertemukan entah kapan, ia tidak tahu. Kini ia hanya ingin menjalani, bagaimana akhir cerita kisah mereka ia juga tak ingin menebaknya. Biarkan saja ia akan menikmati cinta empat persegi ini. Walaupun akhirnya ia hanya akan memiliki lelakinya dalam angan dan mimpi.

Sobat,…
terimakasih atas ceritanya yang memberi inspirasi
Padang January 2011

2 komentar:

  1. cinta persegi empat ? hahahahahahahahaha...

    cinta jajaran genjang kali ? hahahahahahaha
    ada2 sj...

    BalasHapus
  2. wkkkkkkkkkkkkk
    cinta limas dan cinta lingkaran lebih serru bg Topeng wkkkkkkkkkkkk

    BalasHapus