Sabtu, 19 November 2011

Aku seorang Sarjana (Kisah Sukses Sopir Bus Padang-Bandung)

Mengecap pendidikan sampai ke jenjang paling tinggi adalah impian semua anak bangsa. Tetapi karena tersandung masalah biaya seringkali membuat anak-anak Indonesia putus sekolah. Akhirnya menjadi sarjana hanyalah isapan jempol belaka. Perekonomian yang sulit menambah daftar panjang anak-anak putus sekolah. padahal di sekolah anak-anak diajarkan agar menggantungkan cita-cita setinggi langit. Tentu saja dengan kebingunagan mereka berfikir bagaimana cara menggapainya, sedang untuk sekedar beli buku saja susah.

Alhasil kini kita bisa menemukan anak-anak usia sekolah yang bersiliweran di lampu merah. Seabagai pengamen, pengemis dan pedagang asongan yang menjajakan dagangannya. Bukan hanya rokok atau koran saja. Bahkan sapu lidipun di jejal di lampu merah. Pemandangan yang mengiris hati sekaligus membuat kita malu.


Tapi semua itu tidak terjadi pada sebuah keluarga sederhana Pak Dede. Seorang sopir bus Padang -Bandung. Meskipun penghasilannya sebagai seorang sopir sangatlah kecil, tapi luar biasa semangat dan cita-citanya. Keinginannya untuk memberikan pendidikan terbaik untuk kelima putra putrinya tidak pernah kendor.

Anda pasti bisa membayangkan, menjadi seorang sopir bus, bukanlah pekerjaan yang enak. Apalagi sekarang orang-orang akan lebih memilih melakukan perjalanan dengan menggunakan transportasi udara. Biar bayar lebih mahal tetapi hemat waktu. Jarang sekali orang akan memilih perjalanan jauh menggunakan mobil apalagi bus.
Telah bertahun profesi itu dijalani pak dede. Dan akhir-akhir ini saya lihat pak Dede lebih sering di rumah, kadang seminggu, kadang bisa sampai 15 hari. Katanya mobilnya mogok dan dalam perbaikan, selain itu juga harus antrian nunggu trip kapan jadwal mobilnya berangkat. Pak Dede tak kehabisan akal, di waktu luangnya itu pak Dede mencoba bisnis kecil-kecilan usaha catering untuk anak-anak kuliahan di sekitar ruimahnya.

Tentu saja ini usaha istrinya yang juga tak kalah luar biasa. Seorang perempuan setengah baya, punya senyum yang begitu tulus dan hatinya seluas samudera. Aku menyebutnya Ibu, karena bagiku ia seperti ibu sendiri.
Ibu seorang perempuan hebat menurutku. Di tengah hidupnya yang serba kekurangan ia selalu menjadi tempat bersandar bagi orang-orang sekelilingnya.

Dia tidak pernah mengeluh, dia menikmati hidupnya mengalir bagai air. Ia hanya pendengar yang baik yang membuat tetangga-tetangga senang dan nyaman berbicara dengannya. Dia punya prinsip “memberi kelapangan kepada orang lain pada saat kita sempit, itu akan membantu kita terlepasa dari kesusahan”. Begitu ia berucap suatu hari, ketika seorang tetangga datang dan meminjam uang kepadanya.

Pasangan suami istri itu hidup dengan sangat bahagia, bersama anak-anak mereka. Sampai hari ini ia masih tinggal di rumah kontrakan. Tapi ia telah sukses, harapan dan impiannya untuk menyekolahkan anaknya sampai sarjana telah terwujud. Semua anak-anaknya menamatkan pendidikan di pesantren gontor. Dan dua orang diantaranya sudah mendapatkan gelar sarjana. Anak pertamanya sarjana ekonomi, lulusan universitas negeri di SUMBAR. Dan sekarang telah bekerja. Sedangkan anak keduanya seorang perempuan sudah menamatkan pendidikan sarjananya di Universitas Al-Azhar Cairo Mesir. Akan melanjutkan studinya sampai S2. Sementara anak ketigapun sudah bekerja. Anak ke empat juga sedang menunggu beasiswanya untuk ke Cairo. Dan si putri yang bungsu masih sedang nyantri di Pondok.

Menjadi sopir bus, sampai kini masih dilakoni pak Dede. Dia terus bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang semakin hari tentu saja semakin besar. Tapi ia selalu tawakkkal dan bersabar, ia begitu percaya Allah akan memberikan rezki untuknya.

Ia rela hidup dalam kekurangan demi cita-citanya memberikan ilmu yang pantas untuk anak-anaknya. Karena keyakinannya “Derajatnya terangkat karena Ilmu yang dimiliki, bukan karena harta atau kekayaan”. Dia tidak malu kalau sampai hari ini belum punya rumah sendiri, tapi ia akan malu bila anak-anaknya tidak jadi sarjana.Sungguh pemilikiran yang luar biasa.

* ditulis 21 Januari  2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar