Minggu, 06 November 2011

Gadis Desa, Kini Bukan Gadis Desa Lagi

Parasnya sungguh sangat cantik. Bentuk wajah yang sedikit lancip dengan hidung bangir, serta bibir tipisnya yang cerewet kalau bicara. Tubuhnya tinggi semampai, sedikit agak ceking tapi tetap kelihatan menarik dengan balutan seragam putih abu-abu itu. Dia menjadi terlihat feminim dengan rambut lurus indah menjuntai sebahu. Tiga tahun menghabiskan waktu bersama dengannya memberiku ruang untuk bisa mengenal pribadinya lebih jauh. Seperti gadis remaja lainnya, kami juga mengalami masa-masa puber, bergaul dengan lawan jenis dan mengenal serta pernah juga terlibat cinta monyet.


Namanya masa-masa SMA. Tentu saja menjadi masa-masa yang paling indah dalam hidup ini. Meski begitu kami tetap mampu mengendalikan diri dari pergaulan bebas yang marak di kalangan remaja. Kami cukup bertanggungjawab terhadap apa yang kami lakukan dan perbuat. Begitu berkesannya persahabatan kami hingga kini kami masih saling berhubungan, saling memberi kabar. Dan seringkali merasakan kerinduan. Setelah begitu lama tak penah bertemu lagi.

Jalan hidup membawa kita pada dunia masing-masing. Selepas SMA kami berpisah, dan Sahabat saya itu pergi ke Ibukota dan mencoba mencari peruntungan di sana. Sementara saya memilih tetap tinggal di kota kami dan melanjutkan kuliah. Waktu bejalan, dan masing-masing kami telah memilih jalan hidup yang berbeda. Sekarang sudah sekian tahun berlalu. Kabar terakhir yang ku dengar sahabat ku itu sudah berumah tangga.

Beberapa bulan yang lalu, saya dikejutkan dengan berita kepulangannya. Saya sangat bahagia mendengarnya, dan rasa tak sabar ingin cepat-cepat bertemu. Saya mulai membayangkan dia yang dulu sangat cantik , pasti sekarang akan lebih cantik lagi, karena hidup di kota. Waktu yang saya nanti-nantikan itu akhirnya datang juga. Kami pun membuat rencana untuk bertemu.

Dan pertemuan itupun terjadi. Kami saling berpelukan melepaskan kerinduan yang sudah begitu lama. Tak puas mataku memandangnya, ia sungguh sangat cantik karena dengan teratur ia merawatnya. Tapi saya menemukan sesuatu yang lain darinya, sesuatu yang membuatnya jadi berbeda. Ada yang hilang darinya, dia tak lagi seperti gadis desa yang dulu, polos dan lugu. Mungkin saja kehidupan di kota telah banyak merubahnya. Apakah ia membiarkan saja dirinya diobrak abrik zaman?. Karena semua yan terlihat di kota mungkin saja memanjakan mata, Apa yang telah pergi dari dirinya, aku tak tahu. Tiba-tiba saja aku tak mengenalnya. Itu bukan dirinya, aku dulu sangat mengaguminya, kini tak tersisa sedikitpun kekaguman itu terhadapnya.

Aku tidak ingin pikiran-pikiran jelek yang mulai menerawang mengganggu pertemuan kami. Aku menepisnya, berusaha mengakrabkan diri seperti layaknya dulu ketika masih SMA. Tapi tak bisa, pertemuan itu semakin hambar. Karena saat bicara dengannya aku semakin merasa jauh darinya, semakin tak bisa masuk ke dunianya. Semakin memperdalam jarak antara kami. Kuakhiri pertemuan itu dengan perasaan kehilangan yang teramat sangat.

ditulis Januari 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar